Sounds

Sabtu, 08 April 2017

Laporan Observasi Tahap Prasekolah (TK)

1. Nomor Kelompok :    8 (Delapan)
2. Ketua Kelompok :    Wanda Pratama         (16-026)
  Anggota Kelompok :    Hafizah Aini (16-002)
                                       Talenta Hutabarat      (16-005)
                                           M. Ridhona Z.Nur       (16-010)
                                           Neni Tria                  (16-030)
                                           Intan Yolanda            (16-041)
                                           Santi Melisa              (16-058)
 
3. Nama Sekolah                  : TK Dharma Wanita Persatuan USU
4. Identitas Sekolah :
- Alamat                              :  Jl.Universitas No.26, Padang Bulan Kota Medan
- Jumlah Siswa (Observasi) :  15 orang
- Jumlah Kelas                     :  3 (tiga) kelas
- Jumlah Guru                      :  4 (empat) orang
- Prestasi                             :  Juara I Lomba Kebersihan tingkat Kecamatan
5. Hari/Tanggal Observasi     :  Jumat,31 Maret 2017
6. Teori Landasan :  Bab 14. Mengelola Kelas
                                                   (Psikologi Pendidikan oleh J.W Santrock)
7. Waktu Observasi                 :  08.00 – 10.15 (2 jam 15 menit)
8. Lokasi Observasi                :   TK Dharma Wanita Persatuan USU
9. Pembagian Tugas            :

1. Wanda Pratama : Dokumentasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
2. Hafizah Aini           : Mencatat hasil observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
3. Talenta Hutabarat : Dokumentasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
4. M.Ridhona Z Nur : Dokumentasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
5. Neni Tria Harahap : Mencatat hasil observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
6. Intan Yolanda          : Mencatat hasil observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan
7. Santi Melisa            : Mencatat hasil observasi, menyusun laporan, meninjau lapangan


10. Jadwal dan Sistematis Pelaksanaan Penelitian










SISTEMATIS PELAKSANAAN PENELITIAN
06 Maret 2017  :  Diskusi Pemilihan Topik
24 Maret 2017  :  Diskusi Mengenai Teori
31 Maret 2017  :  Observasi
01 April 2017    :  Diskusi Kelompok
04 April 2017    :  Pembuatan Poster
08 April 2017    :  Posting Blog

11. Jadwal Kegiatan (Jumat, 31 Maret 2017)
08.00 – 08.15  :  Bel berbunyi, berbaris, berolahraga, menyanyi dan menari bersama
08.15 – 08.45  :  Kegiatan awal, salam dan doa
08.45 – 09.45  :  Kegiatan Inti (Pada hari Jumat menggambar dan membaca cerita)
09.45 – 10.00  :  Cuci tangan, doa dan makan bersama di dalam kelas
10.00 – 10.15  :  Istirahat, main didalam atau diluar kelas
10.15               :  Pulang

12. Catatan Hasil Observasi
a. Keadaan Kelas
Di dalam kelas terdapat 4 kelompok meja dengan 3-4 orang murid yang menduduki kursi
Gaya penataan kelas menggunakan gaya tatap muka
Kelas sudah bersih dan rapi saat murid-murid memasuki kelas
Di belakang kelas terdapat tempat mainan murid-murid disimpan
Loker kelas terletak rapi disudut belakang kelas dengan nama masing-masing murid. Di dalam loker terdapat buku mewarnai, buku tulis, alat tulis, dan peralatan lainnya.
Kelas memiliki dekorasi bervariasi, yaitu terdapat poster-poster abjad serta lukisan- lukisan lucu di dinding kelas
Kelas menggunakan AC sebagai pendingin ruangan
Terdapat satu meja guru di depan kelas

b. Aktivitas Kelas
Sebelum memasuki kelas murid melakukan senam pagi yang didampingi guru
Guru sudah mengenali nama murid satu persatu
Murid memasuki kelas dan duduk di kursinya masing-masing
Guru membuka kelas dengan berdoa dan menanyakan kabar murid
Guru mengulas kembali pelajaran yang sudah lalu saat membuka kelas
Guru menanyakan ibadah murid
Murid sudah hapal rutinitas di hari Jum’at yaitu murid bebas melakukan hal yang diinginkan seperti menggambar karena senin-kamis murid sudah belajar menulis, membaca, dan berhitung.
Murid mengambil sendiri peralatan menggambarnya di loker yang sudah tersedia
Ada juga kegiatan menyanyi tentang pelajaran murid
Setelah murid selesai menggambar, guru memberikan nilai terhadap gambaran mereka serta menanyakan apa yang mereka gambar
Murid yang sudah selesai dinilai diizinkan untuk bermain di area belakang kelas yang sudah tersedia dengan mainan
Pada saat jam makan, murid diminta untuk mencuci tangan dengan cara mengantri, kamar mandi murid berada di luar ruangan kelas
Guru meminta murid berdoa dan mengawasi murid saat sedang makan sambil menanyakan apa bekal yang ia bawa
Sebelum pulang murid diminta merapikan barang-barangnya
Diakhir kelas murid diminta berdoa dan diizinkan pulang, kelompok murid yang paling tertib diizinkan pulang terlebih dahulu

c. Interaksi
Interaksi antar guru dan murid cukup baik dan sering
Guru membimbing murid untuk membaca doa-doa
Guru menegur murid secara langsung apabila tidak tertib
Guru menghapal dengan baik nama-nama murid
Guru memberikan pujian kepada murid yang berani bercerita tentang kegiatannya
Saat menggambar murid banyak berinteraksi dan bercanda, serta pinjam meminjam alat-alat menggambar
Guru menanyakan apa gambar yang  mereka gambar secara individu
Ada beberapa murid yang tidak mau menggambar tetapi malah mengerjakan soal-soal di bukunya

13. Pembahasan Antara Hasil Observasi dengan Landasan Teori
1. Pada TK Dharma Wanita USU, anak – anak didik terlihat mampu menjawab pertanyaan guru melalui media simbolik dengan bentuk rumah ibadah dan foto Presiden. Dimana pada pemikiran praoperasional menurut piaget, tahapan periode praoperasional ini terdapat sebuah kemajuan pemikiran simbolis disertai pemahaman yang tumbuh mengenai ruang, sebab akibat, identitas, kategorisasi, dan lainya.
2. Evertson, Emmer, dan Worsham (2003) dalam buku Santrock (2014) memberi beberapa prinsip penataan kelas, yaitu:
- Mengurangi kepadatan di tempat lalu–lalang.
- Memastikan bahwa guru dapat melihat murid dengan mudah.
- Materi dan perlengkapan kelas mudah diakses.
- Memastikan murid dapat melihat semua presentasi kelas.
TK Dharma Wanita masih belum mampu memastikan kondisi pertama. Dikarenakan hal ini terjadi karena ruang kelas satu pintu dengan jalan keluar kantor kepala sekolah.
Mengenai gaya penataan kelas, Crane (2001) dan Fickes (2001) dalam Santrock (2004) mengemukakan lima gaya penataan, TK Dharma Wanita USU menggunakan gaya yang  kedua. Yaitu, gaya tatap muka, dimana murid saling berhadapan (face to-face). Anak – anak akan belajar  cenderung lebih sering bercengkrama dengan temannya yang lain.
Personalisasi kelas cukup baik di TK ini sebab dekorasi kelas menggunakan hiasan warna-warni , mainan yang memacu kognitif  dan kreatifitas (seperti susunan kayu dari besar-kecil dan lego). Tetapi ruangan kelas kurang efektif penempatannya karena berseberangan dengan ruangan kepala sekolah (bisa dilewati dari pintu yang sama).
3. Dalam menciptakan lingkungan yang positif di sekolah,guru menggunakan strategi otoritatif dimana murid dilibatkan dalam kerja sama serta diberi perhatian. Kerjasama terlihat dari kegiatan mengambil peralatan gambar di loker masing-masing.
4. Dalam mempertahankan aturan atau prosedur, terdapat tiga strategi untuk menjaga kerjasama antara murid dan guru yang masing-masing telah dipenuhi oleh TK  yaitu:
Menjalin hubungan positif dengan murid: berinteraksi secara empat mata.
Mengajak murid untuk bertanggung jawab: setelah selesai makan mereka harus membersihkan meja mereka dan merapikannya,setelah selesai bermain mereka harus menyusun kembali mainan yang mereka ambil.
Memberikan hadiah: memuji, mengacungkan jempol,  menepuk tangan pada murid yang bersemangat dan yang berani untuk tampil membaca puisi dan bernyayi.
5. Terdapat masalah yang jelas mengenai seorang murid yang tidak bisa duduk tenang dikelas dan mulai mengganggu teman yang lainnya, tetapi guru TK menyelesaikan masalah ini dengan bentuk non-asertif. Setelah menanganinya guru melanjutkan pembelajaran dikelas.
6. Untuk mengatasi beberapa masalah yang lazim dialami oleh para guru TK dalam berkomunikasi dengan muridnya, maka harus dengan menjalin hubungan komunikasi aktif dengan audien (anak-anak). Hal ini dikatakan oleh College pada tahun 1995 (Santrock, 2004).


TEORI MANAJEMEN KELAS
1. Sejarah dan Tokoh
Kelas dimana anak usia dini atau Taman Kanak Kanak sebagai sebuah institusi pendidikan mungkin masih tergolong baru dibandingkan sekolah lainnya. Menurut sejarahnya tercatat Freidrich Froebel (21 April 1782-21 Juni 1852) seorang berkebangsaan Jerman, sebagai salah satu pengagas pendidikan untuk anak dengan membuka kindergarten (kinder=anak; garten=taman) pertama di dunia pada 28 Juni 1840 di Thuringia-Jerman.
Pendidikan TK dimaksudkan untuk memelihara tumbuhnya kebudayaan bangsa yang merdeka, terutama melalui sistem pendidikan dan pengajaran. Seiring dengan perkembangan Taman Indria, berkembang pula Taman Kanak-kanak (TK) yang merupakan adaptasi dari konsep Kindergarten dan Taman Indria. Perkembangan TK jauh lebih pesat dari pada Taman Indria. Dalam perjalannya selama di Indonesia, lahir pula Raudhatul Athfal atau RA yang merupakan penyelenggaraan program pendidikan bagi anak usia dini dengan kekhasan agama Islam.
Baik Taman Indria, Taman Kanak-kanak, maupun Raudhatul Athfal, sasarannya baru mencakup anak di atas usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Dengan demikian anak usia 0-4 tahun belum terlayani program PAUD dalam bentuk apapun. Seiring dengan perkembangan kebutuhan akan pengasuhan terutama bagi anak yang kedua orangtuanya bekerja di luar rumah, muncullah program Taman Penitipan Anak atau TPA yang awalnya hanya berfungsi sebagai tempat titip/pengasuhan anak. Sejak tahun 1980-an, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan dunia internasional tentang arti pentingnya pendidikan, mulai dibuka lembaga untuk anak usia 3-4 tahun dalam bentuk Kelompok Bermain atau Kober atau KB.
Hal penting lainnya adalah dasar bagi kurikulum yang dirancang Froebel, yaitu gift (objek yang dapat dipegang dan digunakan anak sesuai instruksi guru, sehingga anak dapat belajar tentang bentuk, ukuran, warna, dan menghitung), occupation(materi untuk mengembangkan berbagai keterampilan, seperti menjahit sesuai pola, membuat bentuk mengikuti pola, menggunting, menggambar, menempel dan melipat kertas, dll), nyanyian, dan permainan yang mendidik.

2. Anak Prasekolah
Salah satu Teori yang dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami kognitif seseorang melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia.
1.Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2.Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3.Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4.Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

Pemikiran Praoperasional menurut piaget
Pada tahapan periode praoperasional ini terdapat sebuah kemajuan pemikiran simbolis disertai pemahaman yang tumbuh mengenai ruang, sebab akibat, identitas, kategorisasi, dan lainya.
1) Fungsi simbolis Fungsi simbolis (Symbolic function):
Kemampuan anak menggunakan representasi mental  (kata-kata, angka, atau gambar). Tanpa simbul-simbul, individu tidak dapat berkomuniasi secara verbal, membuat perubahan, membaca peta, atau mengenali foto-foto yang disayangi dari kejauhan. Simbol-simbol bisa membantu seorang anak untuk mengingat dan berpikir tentang sesuatu yang tidak hadir secara fisik.
Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:
a. Imitasi tidak langsung Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu sekarang dan tidak pula dibatasi oleh tindakan-tindakan indrawi sekarang. Contoh: anak dapat bermain kue-kuean sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah hasil imitasi.

b. Permainan Simbolis Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialami. Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya.

c. Menggambar Pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur pada permainan simbolis terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai meniru sesuatu yang riel”. Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya.
d. Gambaran Mental merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Gambaran mental anak pada tahap ini kebanyakan statis. Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati.Contoh yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.

e. Bahasa Ucapan Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Melalui bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa kepada orang lain.

Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

3. Manajemen kelas
Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles, 2002; Evertson, Emmer, & Worsham, 2003 dalam Santrock, 2004). Made Pidarta dengan mengutip pendapat Lois V Johson dan Mary A Bany, bahwa pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problema dan situasi kelas. Secara historis, dalam manajemen kelas, guru dianggap sebagai pengatur dan dalam tren selanjutnya lebih menekankan pada pelajar, dan guru sebagai fasilitator (Freiberg, 1999; Kauffman, dkk., 2002 dalam Santrock, 2004).
Proses belajar-mengajar dalam kelas hakikatnya akan melibatkan semua unsur yang ada dalam sekolah yang bersangkutan akan tetapi secara langsung akan terlibat hal-hal sebagai berikut :
1. Guru sebagai pendidik
2. Murid sebagai yang dididik
3. Alat-alat yang dipakai
4. Situasi dalam dan lingkungan kelas
5. Kelas itu sendiri
6. Dan hal lainnya yang sewaktu-waktu terjadi

Kelas Padat, Kompleks, dan Berpotensi Kacau
Walter Doyle (1986) dalam buku Santrock (2004) mendeskripsikan enam karateristik yang merefleksikan kompleksitas dan problemnya yaitu:
1. Kelas adalah multidimensional, yaitu kelas adalah setting untuk banyak kegiatan, mulai dari aktivitas akademik seperti membaca, menulis, bermain, berkomunikasi dengan teman dan berdebat.
2. Aktivitas terjadi secara simultan. Banyak aktivitas yang terjadi secar simultan didalam kelas, seperti ada murid yang menulis dan sebagian lagi mendiskusikan suatu cerita bersama guru.
3. Hal-hal terjadi secara cepat. Kejadian yang sering kali terjadi secara cepat dan membutuhkan respon yang cepat.
4. Kejadian sering tidak terprediksi. Hal ini berupa murid sakit, murid berkelahi, alarm kebakaran berbunyi, dan sebagainya.
5. Hanya ada sedikit privasi. Kelas adalah tempat publik dimana guru mengatasi masalah, melihat kejadian yang tidak terduga, dan mengalami frustasi.
6. Kelas punya sejarah. Murid punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu dahulu.
Tujuan dan Strategi Manajemen
Menurut Santrock (2004), ada 2 tujuan manajemen kelas yang efektif, yaitu :
1. Membantu murid menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan.
2. Mencegah murid mengalami problem akademik dan emosional.
Mendesain Lingkungan Fisik Kelas
Prinsip penataan kelas yang dikemukakan oleh Evertson, Emmer, dan Worsham (2003) dalam buku Santrock (2004):
- Mengurangi kepadatan di tempat lalu–lalang.
- Memastikan bahwa duru dapat melihat murid dengan mudah.
- Materi dan perlengkapan kelas mudah diakses.
- Memastikan murid dapat melihat semua presentasi kelas.

Gaya Penataan yang dikemukakan oleh Crane (2001) dan Fickes (2001) dalam buku Santrock (2004):
- Gaya auditorium yaitu semua murid menghadap guru.
- Gaya tatap muka yaitu murid saling berhadapan langsung satu sama lain.
- Gaya off-set, sejumlah murid duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan
   langsung satu sama lain.
- Gaya seminar, sejumlah murid duduk disusunan berbentuk lingkaran, atau persegi.
- Gaya klaster, yaitu sejumlah murid bekerja dalam kelompok kecil.

4. Perkembangan Anak Pra-Sekolah
Anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia 3 – 6 tahun. Mereka biasa mengikuti program prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia pada umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak 3 – 5 tahun dan kelompok bermain atau Play Group (usia 3 tahun), sedangkan pada anak usia 4 – 6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak (Biechler dan Snowman dari Patmonodewo, 2003).
Dalam proses perkembanganya ada ciri-ciri yang melekat dan menyertai periode anak tersebut. Menurut Snowman (1993 dalam Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada TK. Ciri-ciri anak TK dan prasekolah yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.
Ciri Fisik Anak Prasekolah
Penampilan maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya.
Anak prasekolah umumnya aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri.
Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak.
Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit seperti misalnya, mengikat tali sepatu.
Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada obyek-obyek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna.
Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak (soft). Hendaknya berhati-hati bila anak berkelahi dengan teman-temannya, sebaiknya dilerai, sebaiknya dijelaskan kepada anak-anak mengenai bahannya.
Walaupun anak lelaki lebih besar, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki apabila ia tidak terampil, jauhkan dari sikap membandingkan anak lelaki-perempuan, juga dalam kompetisi ketrampilan seperti apa yang disebut diatas.

Ciri Sosial Anak Prasekolah atau TK
Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda.
Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Parten (1932) dalam social participation among praschool children melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial.

Ciri Emosional Anak Prasekolah atau TK
Anak TK cenderung mngekspreseikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut.
Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.
Ciri Kognitif Anak Prasekolah atau TK
Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig (1972) serta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut: a) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak. b) Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak. c) Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak hal.
Berikan kesempatan dan dorongan maka untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri. a) Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku. b) Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya. c) Kagumilah apa yang dilakukan anak. d) Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.
Pendidikan anak Pra-Sekolah
Menurut The National Association for The Education of Young Children (NAEYC), pendidikan prasekolah (early childhood education) adalah pelayanan yang diberikan dalam tatanan masa kanak awal. Fungsi pendidikan prasekolah sendiri merupakan sebagai persiapan anak untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih matang.
Menurut UU RI No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 (2), pendidikan prasekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan, dan keterampilan yang melandasai pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup.

Bermain Sosial
Dengan bentuk seperti ini, guru dapat melihat partisipasi anak dalam suatu kegiatan bermain dan akan menunjukkan derajat partisipasi berbeda. Parten (1932) dan Brewer (1992) menjelaskan berbagai derajat partisipasi anak :
• Solitary Play ; anak bermain sendiri tanpa menghiraukan anak lainnya
• Onlooker Play ; anak hanya sebagai penonton dalam permainan tersebut
• Parallel Play ; anak menggunakan mainan yang sama atau meniru cara anak lain ber-
                           main, namun tetap bermain sendiri.
• Associative Play ; anak bermain bersama namun permainan tidak terstruktur
• Cooperative Play ; anak bermain bersama dengan aturan-aturan tertentu

Praktik Pendidikan Anak Pra-Sekolah
Pada tahun 1986, NAEYC meneliti isu praktik yang cocok dikembangkan pada program masa awal anak-anak. Dalam suatu studi, anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah dengan praktik yang cocok menurut dokumen yang diterbitkan NAEYC memperlihatkan perilaku kelas yang lebih cocok dan kebiasaan belajar yang lebih baik (Hart & others, 1993).

Beberapa model pembelajaran yang dilaksanakan di PAUD:
1.      Model Pembelajaran Klasikal
Adalah suatu pembelajaran dimana dalam waktu yang sama, kegiatan dilakukan oleh seluruh anak sama dalam satu kelas. Pembelajaran ini merupakan model yang paling awal digunakan di TK. Sarana pembelajaran terbatas dan kurang memperhatikan minat anak secara individu.
2.      Model Pembelajaran Berdasarkan Kelompok dengan Kegiatan Pengamanan
Dalam pembelajaran ini anak-anak dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok melakukan kegiatan yang berbeda-beda. dalam satu pertemuan anak harus menyelesaikan 2 – 3 kegiatan dan secara bergantian. Bila ada anak yang sudah menyelesaikan tugas lebih cepat, maka anak tersebut dapat meneruskan kegiatan lain di kelompok yang tersedia tempat. Kalau tidak ada tempat anak dapat bermain di kegiatan pengaman. Kegiatan pengaman disediakan alat-alat yang bervariasi, sering diganti sesuai dengan tema / sub tema
3.      Model pembelajaran berdasarkan sudut,
Langkah-langkah pembelajaran hampir sama dengan model area, hanya sudut-sudut kegiatan merupakan pusat kegiatan. Alat-alat kegiatan yang disediakan lebih bervariasi, sering diganti sesuai dengan tema dan sub tema.
4.      Model pembelajaran berdasarkan area Model
Pembelajaran ini lebih memberikan kesempatan kepada anak dalam memilih / menentukan kegiatan sendiri sesuai dengan minatnya. Pembelajaran ini untuk memenuhi kebutuhan anak dan menghormati keberagaman budaya serta menekankan pada pengalaman belajar bagi setiap anak.
5.      Model pembelajaran berdasarkan sentra
Adalah pendidikan pembelajaran dalam proses pembelajaran dilakukan di dalam lingkaran dan sentra bermain. Guru bersama anak duduk dengan posisi melingkar dan saat dalam lingkaran, guru memberikan pijakan pada anak sebelum dan sesudah bermain Sentra bermain merupakan area / zona bermain anak yang di lengkapi alat bermain, berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mengembangkan seluruh potensi dasar anak dalam berbagai aspek perkembangan secara seimbang. Dalam membuka sentra setiap hari disesuaikan dengan jumlah kelompok setiap PAUD Pembelajaran sentra dilakukan secara tuntas mulai awal kegiatan sampai akhir dan fokus pada satu kelompok usia PAUD dalam satu kegiatan di satu sentra kegiatan Setiap sentra mendukung perkembangan anak dalam tiga jenis bermain : bermain sensori motor / fungsional , bermain peran , bermain konstruktif (membangun pemikiran anak).
Selain metode yang bersifat teknis di atas, ada beberapa metode pengajaran yang lebih umum antara lain :
a.       Metode Global (Ganze Method)
Anak belajar membuat suatu kesimpulan dengan kalimatnya sendiri. Contohnya, ketika membaca buku, minta anak menceritakan kembali dengan rangkaian katanya sendiri. Sehingga informasi yang anak peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diserap lebih lama. Anak juga terlatih berpikir kreatif dan berinisiati.
b.      Metode Percobaan (Experimental method)
Metode pengajaran yang mendorong dan memberi kesempatan anak melakukan percobaan sendiri. Setidaknya tedapat tiga tahapan yang dilakukan anak untuk memudahkan masuknya informasi, yaitu mendengar, menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan percobaan sendiri. Misalnya, anak belajar tentang tanaman pisang, pendidik tak hanya menjelaskan tentang pisang tapi juga mengajak anak ke kebun untuk mengeksplorasi tanaman pisang. Dengan belajar dari alam, anak dapat mengamati sesuatu.

KESIMPULAN, HAMBATAN, SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa TK Dharma Wanita Persatuan USU telah memiliki pengelolaan kelas yang cukup baik.Dimana TK ini telah cukup memenuhi prinsip penataan kelas,  gaya penataan kelas menggunakan gaya tatap muka, prinsip penataan kelas sudah terpenuhi. Tetapi menurut kami, guru pada TK ini kurang dalam memberikan reward berupa pujian terhadap murid-murid yang sudah berani menjawab pertanyaan guru.
Hambatan
Secara keseluruhan semuanya berjalan lancar, tetapi terkadang ada beberapa anak yang masih malu-malu karena kedatangan kami, jadi mereka juga terkadang tidak menjawab apa yang kami tanyakan.
Saran
Sebaiknya guru di TK Dharmawanita USU lebih sering memberikan reward bukan hanya  tepuk tangan tetapi juga berupa perkataan seperti “kamu pintar sayang!” agar memotivasi murid lebih berani menjawab pertanyaan guru serta lebih semangat.

TESTIMONI MASING-MASING

Hafizah Aini 16-002
Pengalaman yang menarik dan menyenangkan. Karena berinteraksi dengan anak-anak. Dengan adanya kegiatan observasi ini membuat saya mengetahui hal apa saja yang bisa diobservasi dan energi positif dari anak-anak itu rasanya menular kepada kami. Bagaimana keceriaan dan semangat mereka yang membuat kami ikut bersemangat dan ceria.
Talenta M.N. Hutabarat 16-005
Menurut saya, kegiatan observasi terhadap manajemen kelas dimata kuliah psikologi pendidikan ini adalah hal yang baru dan merupakan bagian tugas yang sangat menyenangkan dan sangat membantu dalam penambahan ilmu secara praktik dalam pembelajaran selama kuliah.
M. Ridhona Z. Nur 16-010
Observasi ini membuat saya ingin kembali ke masa kecil saya. Apalagi lihat anak –anak yang lucu lucu. Wihhh.... makin membuat saya betah di TK itu. Dan satu hal yang membuat saya belajar dari TK itu adalah nikmatilah masa kecilmu!. Sebab jika kita merasa masa kecil kita pahit,maka jadikanlah ia alasan buat kesuksesanmu di masa depan, tapi jika kita merasa masa kecil kita manis maka jangan jadikan ia alasan tetapi pertahankanlah untuk kemudahanmu  dalam kesuksesanmu di masa depan.
Wanda Pratama 16-026
Menurut saya sistem pembelajarannya sangat menyenangkan karena anak-anak bisa belajar sambil bermain, sebab pembelajar seperti itu tidak ada kebosanan dalam belajar
Neni Tria Harahap 16-030
Observasi ini merupakan pengalaman yang menarik untuk saya, karena saya sebelumnya belum pernah melalukan observasi terutama terjun langsung mengobservasi anak-anak TK.Serta banyak sekali hal positif yang saya peroleh seperti semangat mereka yang tinggi dalam belajar dan observasi ini juga mengingatkan saya terhadap masa TK saya dulu, bahwa guru akan sangat sabar menjawab pertanyaan yang terkadang sangat lucu dan tidak masuk akal.
Intan Yolanda 16-041
Menurut saya sistem pembelajarannya sudah cukup bagus dan juga sistem pengajarannya. Hanya perlu di maksimalkan saja. Selain itu, sekolah juga harus melihat bagaimana cara siswa belajar agar lebih mudah dan baik dalam menerima pelajaran di sekolah.
Santi Melisa 16-058
Observasi kepada anak-anak TK justru semakin membuat saya deg-degan! Saya sangat senang bertemu dengan anak-anak dan seketika saya merasa lebih muda. Para guru dan murid menyambut kami dengan sapaan dan senyuman hangat. Mereka sangat atraktif tetapi terkadang suasana kelas menjadi agak ribut. Akan tetapi guru bisa mengontrol mereka. Saya berkeinginan untuk melakukan observasi ketempat lain lagi.

POSTER


LAMPIRAN



DOKUMENTASI
Foto bersama anggota kelompok dan guru beserta murid-murid


Saat anak-anak senam pagi didampingi guru



Keadaan kelas




 Siswa menggambar dan mewarnai



Guru memeriksa dan menilai gambaran siswa




Saat anak mencuci tangan sebelum makan


Siswa makan siang



Tidak ada komentar: